Rabu, 09 Maret 2011

Syahadat Cinta

Sudah terlalu biasa sang pujangga bermain dengan bulan dan bintang untuk mengartikan malam.
Desiran ombak atau hembusan angin adalah cara lama memecah keheningan.
Bahkan mawar merah pun terlalu dekat untuk berkhayal tentang bidadari cantik.
Namun, malam itu ternyata aku masih mengagumi bulan dan bintang.
Benar adanya bahwa para pujangga tak pernah bohong dengan bahasa indahnya.
Bulan dan bintang itu begitu berarti menemaniku saat malam datang.
Menemui bidadari cantik jelmaan mawar merah yang tumbuh sangat dekat dengan hatiku.
Hening.
Sesekali hembusan angin membisiki dedaunan memberi isyarat yang tak ku pahami.
Aku melihat hembusan2 angin itu menyerupai tangan2 besar yang dengan kasarnya menyentuh pipiku dan menusuk ke dada. Terasa dingin sekali dibuatnya.
Aku juga merasakan angin itu juga bergerayang di balik jilbabnya. Dia menggigil namun belum saatnya aku merebut keleluasaan angin.
Dedaunan masih bergoyang dalam kegelapan. Seakan mengakui keberuntunganku.
Dia sangat cantik serasa dunia milikku dan aku bebas bersamanya.
Bahkan kami harur bersembunyi di balik kegelapan jika isyarat buruk datang.
Sesuatu yang lucu dan akhirnya baru aku sadari itu adalah sesuatu yang romantis.
Bulan sabit tersenyum dan bintang kelap kelip cekikikan. Sementara angin terus memberi kehidupan dengan nafasnya yang tak beraturan. Iri kah kau angin?
Hai, angin. Inilah yang disebut indah. Sayang, kau tak pernah merasakannya.
Maka turunlah ayat ayat cinta. Menjadi dalil sesuatu yang indah telah lahir ke dunia. Menjadi dalil yang setiap manusia memilikinya meski dengan cara yang berbeda. Bahkan, menjadi dalil atas rasa bahagia yang abadi.
Dan dengan syahadat cinta untuk selalu bersama. Memberikan harapan2 yang tentu saja indah meski kami tau rintangan pasti selalu ada di setiap langkah yang penuh harapan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Friends