Rabu, 09 Maret 2011

Di Kejar Anjing

Waktu zamannya sekolah SD yaitu di SD 1 Colo, gue punya rutinitas olahraga yaitu lari pagi, aktifitas itu juga dilakukan oleh Tri, Sofik, Ari, dan Agus. Pagi2 buta setelah subuhan, salah satu di antara kami pasti ada yang memancing agar satu sama lain keluar rumah untuk segera melaksanakan ritual rutin tiap pagi itu. Lagi-lagi, gerbang SD 1 Colo menjadi lokasi pertemuan, dan acara pun segera dilaksanakan, kami berlari dari kampus SD 1 nanjak ke utara langsung menuju ke pintu gerbang pak Yeye. Namun, (hehe...ini nich inti ceritanya). Pada hari pagi itu, justru menjadi hari sial buat gue. Di mana adrenalin terpacu lebih kuat melebihi ketegangan ketika melihat hantu pocong, atau ketakutan saat melihat maling beraksi. Ini lebih mengerikan daripada dikejar dinosaurus karena jelas lebih nyata. Di depan rumah Pak Yanto, secara menjadi rumah angker yang selalu membuat kami harus berjalan pelan2 dg bulu kuduk merinding. Aroma ketakutan justru semakin menggila dengan terpaan angin pagi yang masih gelap. Rumah itu, bukanlah rumah kosong, melainkan rumah berpenghuni yang dijaga ketat oleh penjaga. Penjaga itulah yang kami takuti. Matanya tajam tanpa rasa kantuk sedikitpun. Gerak geriknya selalu waspada mendengarkan apa saja yang dirasakan membahayakan 'keluarganya'. (mana sich? Kok gak li ke intinya...). Ni nich... Kami mengendap-endap saat melewati depan rumah pak Yanto. Penjaga itu terlihat sedang terlelap. Pun begitu, kami tetap harus waspada. Senggg... (rasa hati tuch...) penjaga mendadak terjaga, gue sempet saling pandang dg penjaga itu. Insting gue udah kebaca hal buruk bakal nimpa gue...dan aksi kejar2an pun terjadi. Kami berlima di kejar penjaga yang bersosok anjing itu. Waduh, pikiran gue udah kemana2 dg posisi gue berada di paling belakang. Gue yakin jika gue cuma berlari dan gak ngelakuin hal lain, gue pasti kena gigitan anjing dan rabies yang paling gue takuti bakalan bersarang menghancurkan sel tubuh gue. Ngeriii... Kondisi jalan yang agak nanjak membuat gue cepat kelelahan. Lalu gue putusin untuk berbalik 180 derajat. Suatu pilihan 50:50. Jika gue lari balik sudah pasti gue yang paling diincar, dan itu benar. Gue sendirian di kejar anjing sinting itu. Sangat panik, kekuatan berlari sudah pasti kalah sama tenaga anjing. Secara otomatis gue memberikan kekuatan pada diri gue sendiri. Suatu tindakan refleks saat dilanda ketakutan tingkat dewa. "Menggembor/menjerit/teriak" sekeras2nya. Mengeluarkan suara supersonik yang tidak sengaja justru membuat anjing goblak itu menyerah. Anjing itu takut dg suara super sonic. Makanya, langsung berhenti ngejar krn lebih sibuk menetralkan telinganya yang berdenging.
Akhir cerita, gue udah kumpul lg dg yang lain di depan rumah Arief. Sementara dari kejauhan gue lihat pak Mari datang ke lokasi kejadian lengkap dg senter di tangan. Mungkin di kira ada maling x haha...Anjing sial.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Friends