Malam sekitar jam 19.00 nyampe di Hotel Cakra Kusuma yang jadi tempat persinggahan dan rencana 2 malam nginep di situ. Paginya, sehabis breakfast rombongan langsung beranjak menuju bus untuk segera memenuhi jadwal kegiatan hari pertama di Jogja. Hari pertama ada 4 kunjungan dari total 7 jadwal kunjungan di Jogja. Di antaranya ke Dinas Perindustrian dan Perdagangan DIY, Koperasi Gemah Ripah, Koperasi Adil dan langsung aja ke acara finish aja yuk, biar cepet ceritanya...
Waktu udah nunjuk ke arah angka 3, rombongan masih berada di kawasan Gunung Kidul dan rencana mau mengunjungi situs Merapi yang saat itu sudah 8 bulan paska erupsi. Wah, kayaknya bakal seru tuh...biasanya kan cuma lihat di tivi aja. Dan kali ini gue bakal ngelihat langsung bagaimana kedahsyatan erupsi Merapi yang banyak memakan korban itu.
Waw....merinding juga.
Setelah perjalanan hampir satu jam akhirnya rombongan sudah hampir mendekati puncak. Jalan-jalan aspal yang sempit sedikit membuat kemacetan saking ramainya dikunjungi wisatawan. Namun, tampaknya lebih banyak arus balik. Mungkin karena udah sore kali ya? Suasana semakin mencekam pas mendekati kawasan utama. Spanduk2 peringatan bahaya "Anda Memasuki Kawasan Rawan Bencana", cukup membuat jantung deg2an. Plang2 petunjuk arah evakuasi juga terpajang di setiap sudut2 desa atau perempatan2 jalan. Tentu saja bikin otak gue melayang ke beberapa bulan lalu saat erupsi terjadi. Kepanikan, ketakutan, dan kehebohan bener2 seperti ada di depan gue. Jalan sempit terus menanjak membawa 25 orang peserta yang sengaja pake bus kecil karena melihat medan kayak gitu. Beberapa sungai yang sempat kami lewati tampak mendangkal dengan gunungan pasir yang melimpah. Tak ada lagi rumah2 penduduk yang berdiri permanen. Semuanya menempati rumah seadanya bantuan dari pihak luar. Salah satunya yang aku lihat adalah posko yang dibuat oleh TV One. Rumah2 penduduk dibuat sama terbuat dari setengah dinding tembok dan selebihnya memakai bahan triplek dan playwood. Hmm...pokoknya jauh dari kata rumah, deh.
Cuaca semakin dingin dan matahari sudah hampir tenggelam. Rombongan tetap memaksa untuk sampai ke atas. Akhirnya bus berhenti di zona parkir untuk wisatawan. Tukang parkir khusus sudah siap di tempatnya untuk memandu bus menuju lokasi parkir. Sudah sepi. Hanya rombongan kami saja pengunjungnya saat itu.
Paska erupsi |
Turun dari bus. Subhanallah....gue langsung sangat terharu melihat kondisi lereng Merapi paska erupsi. Membuat hati gue bergetar untuk terus mengagungkan nama Allah. Semuanya tinggal pasir dan batu2 besar. Pohon-pohon pun hangus terbakar bahkan terkubur pasir. Dari tempat parkir gue sama yang lain nanjak lagi ke atas menuju ke menara pantau. Disitu udah banyak para ojek yang menawarkan jasanya untuk mengantar ke puncak untuk napak tilas. Karena udah hampir maghrib, jadi nggak sempet mengunjungi kediaman mbah Marijan, deh.... Sayangnya batere kamera gue ngedrop. Terpaksa fotonya nebeng2 temen, ntar kalo udah dapet segera tak up load, ya....
Wah, para ojeknya pada keras kepala. Dipengaruhiiiiiiii terus biar pada ngojek. Lari kesana diikutin terus ma ojek yang ituuuu aja. Ngumpet-ngumpet juga masih ketemu n diceramahin pake iming2 lihat batu panas yang masih ngeluarin asap. Karena yang lain pada terpengaruh, gue ngikut aja lah. Biaya ojek 25 ribu PP nggak seberapa jadinya dibandingin nasib mereka. Sayangnya, gue dapet motor Honda Astrea Grand yang suka mogok kalo pas nanjak. Apalagi pas di jalan yang berbatu-batu gitu. Huft...ikut dorong deh jadinya. Menegangkan sekaligus gregetan, kan. Ojek yang gue tumpangi, sempet cerita2 juga. Dulunya sebelum erupsi, kawasan yang gue pijak ini adalah salah satu desa dari beberapa desa yang hilang tertimbun material pasir dan batu. Emang bener2 hilang sama sekali. Kedalaman timbunan katanya sih mencapai 5-10 meter gitu. Wow...fantastis sekaligus mengerikan. Berapa nyawa yang terkubur hidup2 dst. Mas Ojek itu juga sempet cerita kalau kesehariannya dia bekerja sebagai penambang pasir di salah satu aliran sungai (sambil menunjuk lokasi sungai itu). Sungai apaan itu, perasaan nggak ada sungai. He he he.... ya iyalah, sungai itu udah nggak ada sisanya. Semuanya udah terkubur batu dan pasir. Di beberapa titik, juga masih ada yang mengeluarkan asap dan baunya seperti belerang. Gue coba letakkan tangan di pasir itu atau memanggang telapak tangan di atas kepulan asap. Uapnya panas, nggak kesat di tangan dan bau menyengat.
Cerita mistis pun nggak ketinggalan. Mas Ojek itu juga cerita sering ada penampakan hantu berdarah-darah gitu. Hi....ngeri. Terus, salah satu temen gue juga liat ada sesuatu yang menghuni sebuah batu besar pas lagi foto-foto deket batu itu. Katanya ada sosok makhluk gaib tinggi, besar, serem, punnya tanduk, bla...bla...bla...Kebetulan, beliau Yang melihat adalah kepala desa (mana ya lupa, gue). Pokoknya dari daerah Kabupaten Demak. Banyak foto-foto narsis deh di lokasi itu. Sayangnya sampai sekarang gue belum dapat foto2nya. Secara, gue juga kehilangan kontak dengan mereka jadi ya belum ada kelanjutannya. Sampai maghrib tiba kami langsung turun gunung bersama ojek. Rombongan yang lain yang nggak ikut naik udah lama menunggu dan siap kembali ke hotel.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar